Kamis, 28 Maret 2013

MAKALAHku apendisitis


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Sebagai seorang manusia tentunya kita menginginkan tubuh yang sehat dan kuat. Tubuh yang sehat dan kuat akan memberikan kemudahan dalam memberikan kemudahan dalam melakukan berbagai macam aktivitas yang vital bagi setiap orang. Aktivitas yang dilakukan tentunya mendukung proses kehidupan dan interaksi antar manusia yang satu dan yang lainnya.
Setiap detik dunia mengalami perubahan dalam berbagai aspek kehidupan seperti kemajuan teknologi, perubahan gaya hidup, politik, budaya, ekonomi, dan ilmu pengetahuan. Semua itu mengarah kepada penyeragaman, kita dapat melihat polahidup, ekonomi, budaya, dan teknologi yang mirip disetiap negara.
Pola hidup tidak sehat tentu tidak benar dan harus dihindari, pengetahuan tentang penyakit dan makanan menjadi prioritas utama untuk menanamkan pola hidup sehat. Salah satu penyakit yang timbul adalah apendisitis.
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Penjelasan selanjutnya akan di bahas pada bab pembahasan.

1.2.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Bagaimana anatomi dan fisiologi apendisitis?
2.    Apa definisi dari apendisitis?
3.    Bagaimana etiologi apendisitis?
4.    Apa manifestasi klinik apendisitis?
5.    Bagaimana patofisiologi apendisitis?
6.    Bagaimana penatalaksanaan apendisitis?
7.    Apa komplikasi apendisitis?
8.    Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan apendisitis?
1.3.  Tujuan Penulisan
1.3.1.      Tujuan Umum :
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pembuatan makalah mata kuliah Sistem Pencernaan II serta mempresentasikannya.
1.3.2.      Tujuan Khusus :
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :
1.    Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi apendisitis
2.    Untuk memahami definisi dari apendisitis
3.    Mengetahui etiologi apendisitis
4.    Dapat mengetahui manifestasi klinik apendisitis
5.    Memahami patofisiologi apendisitis
6.    Mengetahui penatalaksanaan apendisitis
7.    Mengetahui komplikasi apendisitis
8.    Mengetahui dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan apendisitis
1.4.  Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan melakukan studi pustaka dari berbagai buku referensi dan internet.

1.5.  Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari makalah ini adalah BAB I PENDAHULUAN, terdiri  dari : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan dan manfaat penulisan. BAB II PEMBAHASAN, dan BAB III ASUHAN KEPERAWATAN, BAB IV PENUTUP terdiri dari kesimpulan dan saran.
1.6.  Manfaat Penulisan
1.    Mengetahui letak atau posisi anatomi dan fisiologi apendisitis
2.    Mengetahui penyebab dan proses perjalanan penyakit apendisitis
3.    Memahami parameter pengkajian yang tepat untuk menentukan status fungsi gastrointestinal
4.    Mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan apendisitis







BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Anatomi dan Fisiologi Appendix
Appendix vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex caecum, tetapi seiring pertumbuhan dan distensi caecum.
Posisi apendiks terletak posteromedial caecum. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen dan posisinya bervariasi. Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.
Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh.




2.2    Definisi
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada di umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa terjadi pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, apendiks itu bisa pecah.
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).

2.3. Etiologi
Appendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor prediposisi yang menyertai. Faktor tersering yang muncul adalah obtruksi lumen.
1.    Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
a.    Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b.    Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c.    Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d.   Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2.    Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
3.    Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4.    Tergantung pada bentuk appendiks.
5.    Appendik yang terlalu panjang.
6.    Appendiks yang pendek.
7.    Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
8.    Kelainan katup di pangkal appendiks.

2.4. Manifestasi Klinik
Nyeri terasa pada abdomen kuadran kanan bawah menembus kebelakang (kepunggung) dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal, bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekeakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.
Palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar, distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitikdan kondisi klien memburuk.

2.5. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obst tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Omentum pada anak-anak lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi. Sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

2.6. Penatalaksanaan
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.
1.    Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirah baring dan dipuasakan
2.    Tindakan operatif : appendiktomi
3.    Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.


2.7. Komplikasi
1.    Perforasi dengan pembentukan abses
2.    Peritonitis generalisata
3.    Pieloflebitis dan abses hati (jarang terjadi)

1.    Obstruksi lumen apendiks (Hiperplasis folikel limfoid, fekalit, benda asing, cacing, tumor)
2.    Infeksi bakteri

 
2.8. Pathway















 





Edema & ulserasi mukosa
 
Reaksi inflamasi
 










pascaoperasi
 







BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.  Pengkajian
1.    Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
2.    Riwayat kesehatan
a)    Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
b)   Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembus kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam tinggi
c)    Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.
d)   Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.
3.    Pemeriksaan fisik ROS (review of system)
a)    Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai, konjungtiva anemis.
b)   Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD >110/70mmHg; hipertermi.
c)    Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
d)   Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan.
e)    Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancar
f)    Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses perjalanan penyakit
g)   Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
h)   Abdomen : terdapat nyeri tekan, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi abdomen.
4.    Pola fungsi kesehatan menurut Gordon
a)    Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan  olah raga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.
b)   Pola nutrisi dan metabolisme
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat pembatasan intake makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali normal.
c)    Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur  akan mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
d)   Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan.
e)    Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.
f)    Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
g)   Pola Persepsi dan konsep diri
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala kebutuhan harus dibantu.  Klien mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
h)   Pola hubungan
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat.
penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
i)     Pola Reproduksi seksual
Adanya larangan untuk berhubungan seksual setelah pembedahan selama beberapa waktu.
j)     Pola penanggulangan  stress
Sebelum MRS :  klien kalau setres mengalihkan pada hal lain.
Sesudah MRS : klien kalau stress murung sendiri, menutup diri
k)   Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebelum MRS : klien rutin beribadah, dan tepat waktu.
Sesudah MRS : klien biasanya tidak tepat waktu beribadah.
5.    Pemeriksaan diagnostik
a)    Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut
b)   Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan
c)    Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi
d)   Pemeriksaan Laboratorium
§  Darah     : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml
§  Urine      : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.


3.2.  Diagnosa Keperawatan
ANALISA DATA
NO
DATA PENUNJANG
MASALAH
ETIOLOGI
1
DS : pasien mengatakan nyeri pada abdomen kanan bawah tembus ke punggung
DO :
Ø Wajah tampak menyeringai
Ø P : nyeri karena adanya perangsangan
Ø Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk
Ø R : nyeri dibagian kanan bawah abdomen
Ø S : skala nyeri 8
Ø T : nyeri terjadi saat ditekan
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
Adanya perangsangan pada epigastrium
2
DS : -
DO :
Ø TTV : Suhu 380C; Nadi >80x/menit; TD >110/70 mmHg; RR >20x/menit
Ø Terdapat luka insisi bedah
Resiko terjadi infeksi
Diskontinuitas jaringan sekunder terhadap luka insisi bedah
3
DS : Pasien mengatakan haus
DO :
Ø Ada tanda-tanda dehidreasi :
Membrane mukosa kering
Turgor kulit menurun >2detik
Ø Urin pekat (oliguri <500 cc/hari)
Ø TTV tidak stabil:
TD  >120/80 mmHg
Nadi >80x/menit
RR : >20x/menit
Suhu : >37,50C
Kekurangan volume cairan
Pembatasan cairan pascaoperasi sekunder terhadap proses penyembuhan
4
DS : Pasien dan keluarga mgatakan tidak mengetahui tentang proses penyakit dan pengobatannya
DO :
Ø Bertanya mengenai informasi proses penyakit
Ø Bertanya tentang perawatan pascaoperasi
Ø Bertanya tentang pengobatan
Kurang pengetahuan
tidak mengenal informasi tentang kebutuhan pengobatan/ perawatan pasca pembedahan


Diagnosa keperawatan apendisitis :
Pre-op :
1.    Ganggan rasa nyaman (nyeri) b/d adanya perangsangan pada epigastrium
Post-op :
2.    Resiko terjadi infeksi b/d diskontinuitas jaringan sekunder terhadap luka insisi bedah
3.    Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan pascaoperasi sekunder terhadap proses penyembuhan
4.    Kurang pengetahuan b/d tidak mengenal informasi tentang kebutuhan pengobatan/ perawatan pasca pembedahan

3.3.  Intervensi
1.    Dx kep. 1 : Ganggan rasa nyaman (nyeri) b/d adanya perangsangan pada epigastrium
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri pasien dapat berkurang
KH : Nyeri hilang, skala 0-3, pasien tampak rileks, mampu tidur/ istirahat selama 7-9 jam dalam sehari
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10)
Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri, menunjukkan terjadinya abses/peritonitis.
Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang
Dorong ambulasi dini
Merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen
Berikan aktifitas hiburan
Meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping
Kolaborasi pemberian analgetik
Menghilangkan dan mengurangi nyeri

2.    Dx kep. 2 : Resiko terjadi infeksi b/d diskontinuitas jaringan sekunder terhadap luka insisi bedah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi
KH : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, drainase purulen, tidak ada eritema dan tidak ada demam. Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor ) luka bersih dan kering
INTERVENSI
RASIONAL
Awasi TTV. Perhatikan demam menggigil, berkeringat, perubahan mental.
Dugaan adanya infeksi/ terjadinya sepsis, abses
Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic
Menurunkan risiko penyebaran bakteri
Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka
Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi
Berikan informasi yang tepat pada pasien/ keluarga pasien
Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas
Berikan antibiotik sesuai indikasi
Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya

3.    Dx kep 3 : Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan pascaoperasi sekunder terhadap proses penyembuhan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
KH : Tidak ada tanda-tanda dehidrasi : membran mukosa lembab, turgor kulit baik (< 2 detik), TTV stabil (TD : 110/70-120/80 mmHg; RR : 16-20x/menit; N : 60-100x/menit; S : 36,5- 37,50 C), haluaran urin adekuat.
INTERVENSI
RASIONAL
Observasi TTV
Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler
Observasi membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler
Indikator keadekuatan intake cairan dan elektrolit
Awasi intake dan output, catat warna urine/konsentrasi, berat jenis
Penurunan pengeluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/kebutuhan cairan meningkat
Auskultasi bising usus,  catat kelancaran flatus dan, gerakan usus
Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan per oral
Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai, dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi
Menurunkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan

4.    Dx kep. 4 : Kurang pengetahuan b/d tidak mengenal informasi tentang kebutuhan pengobatan/ perawatan pasca pebedahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien dan keluarga mampu memahami dan mengerti tentang proses penyakit dan pengobatannya
KH : Berpartisipasi dalam program pengobatan
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji ulang pembatasan aktifitas pascaoperasi
Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah
Anjurkan menggunakan laksatif/ pelembek feses ringan bila perlu dan hindari enema
Membantu kembali ke fungsi usus, mencegah mengejan saat defekasi
Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi, dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan/pengikat
Pemahaman peningkatan kerja sama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan
















BAB IV
PENUTUP

4.1.  Kesimpulan
Appendix vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex caecum, tetapi seiring pertumbuhan dan distensi caecum. Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Appendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor prediposisi yang menyertai. Faktor tersering yang muncul adalah obtruksi lumen.
1.    Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
a.    Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b.    Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c.    Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d.   Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2.    Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
Tanda dan gejalanya adalah nyeri terasa pada abdomen kuadran kanan bawah menembus kebelakang (kepunggung) dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obst tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.
Komplikasinya :
1.    Perforasi dengan pembentukan abses
2.    Peritonitis generalisata
3.    Pieloflebitis dan abses hati (jarang terjadi)
Cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan apendisitis meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

4.2.  Saran
Kepada seluruh pembaca baik mahasiswa maupun dosen pembimbing untuk melakukan kebiasaan hidup sehat, karena pola hidup tidak sehat tentu tidak benar dan harus dihindari, pengetahuan tentang penyakit dan makanan menjadi prioritas utama untuk menanamkan pola hidup sehat. Salah satu penyakit yang timbul pada sistem pencernaan adalah apendisitis.


















DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia Anderson. 2005. PATOFISIOLOGI : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC.
R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta :  EGC.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC.
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC.

______, 2007, apendisitis, terdapat pada:www. harnawatiarjwordpress.com diakses tanggal 1 Juni 2008.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

terima kasih infonya

Posting Komentar